Archive for August 2010

Mineralogi

Pengertian Mineralogi

Mineralogi merupakan cabang dari ilmu geologi yang mempelajari mengenai mineral, terutama tentang fisiknya, komposisi kimianya, bentuk dan sifat hablur, perubahan-perubahannya dan cara terjadinya.

Mineral dapat juga dikatakan sebagai suatu padatan homogen yang terdapat di alam, terbentuk secara alamiah oleh proses anorganik, mempunyai komposisi kimia dan pada batas-batas tertentu serta mempunyai susunan atom-atom yang teratur (umumnya mempunyai struktur kristal tertentu, yaitu bentuk-bentuk geometris beraturan).

Lebih lanjut dalam definisi tersebut dinyatakan bahwa mineral merupakan suatu zat padat homogen. Ini berarti bahwa mineral terdiri dari suatu zat padat (solid), yang secara fisika tidak dapat dibagi lagi menjadi senyawa kimia yang lebih sederhana. Batasan padat juga berarti menyisihkan gas dan cairan. Sebagai contoh H2O : sebagai es dalam glasier dapat disebut sebagai mineral, tetapi air bukan mineral. Seperti halnya logam cair, air raksa, yang dijumpai dalam endapan merkuri tidak termasuk mineral.

Suatu susunan atom yang teratur menunjukkan jaringan struktur dalam dari atom (ion) yang tersusun teratur sesuai dengan bentuk geometris yang umum. Karena hal itu sesuai dengan batasan kristal, maka mineral haruslah kristalin.

Berdasarkan definisi lama, suatu mineral terbentuk oleh proses anorganik. Dalam perkembangannya ternyata mineral ternyata tidak harus terbentuk oleh proses anroganik, tetapi lebih tepat jika dikatakan biasanya terbentuk secara anorganik. Sebagai contoh kalsium karbonat cangkang moluska, cangkang kerang dan mutiara yang dapat dibuat di laboratorium di dalamnya tardapat kristal aragonit yang sama dengan hasil proses anorganik.

Klasifikasi Mineral

Berdasarkan sifat-sifat kimianya, mineral menurut BERZELIUS, dapat digolongkan menjadi 8, yaitu :
  1. Native Elements.
  2. Sulfides dan Sulfosalts.
  3. Halides.
  4. Oxides dan Hydroides.
  5. Carbonates, Nitrates dan Borates.
  6. Sulfates, Chromates, Molybdates dan Tungstates.
  7. Phospates, Arsenates dan Vanadates.
  8. Silicates.

August 20, 2010
Mineralogi

Seismik

Metode seismik adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada waktu tempuh penjalaran gelombang seismik di bawah permukaan bumi. 

Gelombang tersebut dihasilkan dari suatu sumber gelombang buatan yang dikirim ke dalam bumi, misalnya dengan ledakan dinamit, menjatuhkan beban, pemukulan permukaaan bumi, getaran dan lain sebagainya. Gelombang yang dikirim akan menjalar ke dalam bumi, sedangkan energinya akan kembali ke permukaan yang kemudian ditangkap oleh serangkaian geophone yang dipasang di permukaan tanah dan disusun dalam lintasan lurus dengan sumber gelombang - gelombang yang tertangkap tersebut mengandung informasi tentang keadaan batuan di bawah permukaan. 

Dalam penentuan struktur geologi, metode seismik dikategorikan ke dalam dua bagian besar yaitu seismik bias dan seismik refleksi. 

Seismik bias digunakan untuk menentukan struktur geologi dangkal, sedangkan seismic refleksi untuk struktur geologi dalam. Metode seismik bias digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan struktur geologi bawah permukaan.

Metode ini didasarkan pada sifat penjalaran gelombang yang mengalami bias dengan sudut kritis dalam perambatannya, gelombang tersebut melalui bidang batas yang memisahkan suatu lapisan dengan lapisan lain di bawahnya, yang mempunyai kecepatan gelombang lebih besar. 

Parameter yang diamati adalah karakteristik dan waktu tiba gelombang pada masing-masing geophone. Interpretasi dilakukan terhadap kurva waktu tempuh gelombang yang menyatakan hubungan linear antara nilai waktu tiba gelombang dengan jarak offset geophone.

August 19, 2010
Seismik

Kristal

Pada mulanya kata kristal dikenal di Yunani sebagai sebutan untuk (es), kemudian pada abad pertengahan kata ini digunakan untuk sebutan pada Batuan atau Rock Crystal atau mineral kuarsa atau Quartz. Akhirnya kata ini digunakan secara bebas untuk sebutan semua obyek yang berbentuk padat yang tersusun oleh bidang-bidang polyhedral.

Hukum – hukum Kristal

  1. STENO (1669) dikenal dengan sebutan THE CONSTANCY OF INTERFACIAL ANGLES hukum ini mengatakan : Sudut pada (antara) bidang-bidang tertentu pada suatu jenis kristal tertentu selalu konstan. Hukum ini didasarkan pada penelitiannya terhadap kristal kuarsa.
  2. Hukum JOHANNES KEPLER (1611), seorang astronot, membuat tulisan tentang HEXAGONAL SNOW, yang mengatakan : Suatu kenampakan dari bentuk kristal dimungkinkan akibat tersusunya (secara geometri) unit-unit yang kecil secara teratur.
  3. Hukum STRUKTUR KRISTAL oleh HAUY (1743-1822), teori ini didasari oleh hasil penelitiannya terhadap bidang-bidang belahan dari kristal kalsit yang kemudian memberikan keyakinan padanya bahwa : Semua kristal selalu terbentuk atau tersusun oleh unit-unit kecil yang berbentuk polyhedral, dan setiap unit pada mineral tertentu selalu mempunyai bentuk yang khas.
  4. Hukum BRAVAIS LATICE (1850), memperlihatkan adanya : aturan pada susunan atom/ion dalam ruang (space lattice), pola inilah yang dijumpai pada kristal-kristal.
Genesa Kristal (Kristalisasi)

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa kristal tersusun dari ikatan-ikatan atom atau ion secara kimiawi.
Susunan dari ikatan-ikatan tersebut tergantung pada :
  • jenis dan macam unsur kimia yang terikat.
  • Jarak ikatan antar atom tersebut tertentu dan dapat membentuk perulangan secara teratur. Kondisi-kondisi inilah yang memberikan ciri khas pada bahan-bahan kristalin, yaitu : padat, kristalin, mempunyai kekerasan tertentu (tergantung pada gaya dan arah ikatan tersebut) dan mempunyai sifat listrik atau magnetis.
Secara genesis (terjadinya atom-atom tersebut) kristal terbentuk sebagai akibat proses kristalisasi dan proses ini dapat berbentuk :

Proses pendinginan     ---------       Pembekuan
Proses evaporasi           ---------       Penguapan

Dalam keadaan (air, gas atau uap) suatu zat akan dicirikan oleh ketidakteraturan dari distribusi atom-atomnya, tetapi dengan mengubah temperatur dan atau tekanan serta konsentrasi larutannya, maka dapat dicapai suatu kondisi yang teratur dari susunan atom atau ionnya sehingga keadaan kristalin dapat tercapai.
Proses-proses kristalisasi diatas dimaksudkan hanya untuk kristal-kristal yang terbentuk secara alamiah (bukan oleh buatan manusia).

Bentuk Kristal

Pada wujudnya sebuah kristal itu seluruhnya telah dapat ditentukan secara ilmu ukur dengan mengetahui sudut-sudut bidangnya, namun untuk dapat membayangkan kristal dengan cara demikian tidaklah mungkin. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan menerapkan kedudukan bidang-bidang tersebut dengan pertolongan sistem-sistem koordinat.
Dalam ilmu kristalografi, geometrinya dipakai dengan tujuh jenis sistem sumbu, yaitu :

  1. Sistem Sumbu Kubik.
  2. Sistem Sumbu Tetragonal.
  3. Sistem Sumbu Hexagonal.
  4. Sistem Sumbu Orthorombik.
  5. Sistem Sumbu Monoklin.
  6. Sistem Sumbu Rombohedral.
  7. Sistem Sumbu Triklin.

August 17, 2010
Kristal

Peta Geologi

Peta geologi merupakan sahabat dan teman setia yang selalu menemani seorang ahli geologi yang melakukan kegiatan lapangan maupun melakukan kegiatan pustaka, seoramg ahli geologi mengunakan informadi yang terdapat dalam peta geologi untuk kegiatannya. Ada banyak informasi yang didapat dari peta geologi yang biasa digunakan untuk kegiatan penambangan oleh karena itu seorang ahli tambang juga harus mempelajari peta geologi agar tidak salah menafsirkan informasi yang terdapat di dalamnya.
Menurut deefinisi SNI 4691 1998 peta geologi adalah gambaran atau bentuk dengan melalui ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah, wilayah atau kawasan dengan tingkat kualitas berdasarkan skala
Ada berbagai peta geologi dengan berbagai informasi – informasi geologi yang lebih khusus di bawah ini adalah beberapoa jenis peta geologi menurut kegunaan dan informasi yang terkandung di dalamnya.

  1.  “Peta geologi permukaan”, atau “peta rincian” (surface geological map) memberikan berbagai formasi geologi yang langsung terletak di bawah permukaan. Tetapi umumnya dasar pelapukan tidak dicantumkan (peta yang ditutupi). Skalanya adalah 1 : 50.000 atau lebih besar. Peta ini berguna dalam menentukan lokasi bahan-bahan bangunan (pasir dan kerikil), drainase, pencarian air, pembuatan lapangan terbang dan jalan, dan lain sebagainya. Sehubungan dengan skala yang digunakan untuk peta, seringkali dianjurkan pemboran yang tidak tertalu dalam, penggalian sumur uji (test pits), dan sebagainya untuk pengontrolan atau penetapan pada titiktitik yang kritis.
  2. Peta pengungkap atau peta ungkapan (outcrop map). Umumnya berskala besar. Yang dicantumkan hanyalah tempat ditemukannya batuan padat, yang dapat memberikan sejumlah keterangan dan pemboran dan sebagainya beserta sifat batuan dan kondisi strukturalnya. Peta ini digunakan untuk menentukan di mana misalnya material untuk pecahan batu dapat ditemukan langsung di bawah permukaan.
  3. “Peta ikhtisar geologis”. Umumnya berskala sedang atau kecil, 1 : 100.000 atau lebih kécil. Peta ini tidak saja memberikan pengamatan langsung terhadap formasi-formasi yang telah tesingkap, akan tetapi ada kalanya pula ekstrapolasi atas daerah-daerah yang beberapa formasinya misalnya diliputi oleh lapisan holosen.
  4. “Peta struktur”, berskala sedang hingga besar. Peta ini adalah peta dengan garis-garis kedalaman yang dikonstruksikan pada permukaan sebuah lapisan tertentu, yang berada di dalam tanah-bawah.
  5. “Peta isopach”, berskala sedang hingga besar, di mana garis-garis menghubungkan titik-titik yang sama tebal dan sebuah formasi atau lapisan (dengan demikian konfigurasi struktural tidak kita temukan di dalamnya).
  6. Peta-peta yang dibuat berdasarkan foto udara, disebut “peta fotogeologi”. Pada umumnya, foto udara diambil vertikal ke bawah. Titik potong sumbu optic-negatif dalam kamera (yakni permukaan bumi dalam keadaan yang sebenarnya) disebut “titik utama”, yaitu pusat proyeksi. Lewat pengimpitan foto-foto, terdapat kemungkinan dilakukannya studi stereoskopik; antara lain paralaks, pengukuran selisih ketingggian, pembuatan kontur. Foto udara (stereoskopik) dapat memberikan gambaran topografis yang sangat baik, yang sesuai untuk perencanaan jalan, bendungan, dan sebagainya, mengenali daerah longsoran tanah, teras sungai, tepi atau alur sungai tua di daerah rawa, dan sebagainya. Di daerah di mana geologi tidak banyak dikenal orang, foto udara digunakan pula untuk orientasi geologi.
  7. “Peta hidrogeologi”. Kebanyakan negara barat sedang sibuk menyusun sejumlah peta yang menyangkut keadaan air tanahnya. Sebuah peta-ikhtisar internasional berskala kecil tentang Eropa oleh UNESCO berskala 1 : 1.500.000 hanya membedakan daerah yang mengandung air-tanah dalam batuan primer yang berpori, batuan sekunder yang berpori (daerah karst), dan di mana tidak terdapat air-tanah dalam jumlah yang berarti (dataran tinggi). Dengan dernikian peta ini kurang menarik bagi seorang insinyur. Seorang insinyur harus dapat berorientasi mengenai kemungikinan muatan air yang berlebih atau mengenai keberadaan air yang dapat digunakan dan sebagainya, tergantung pada sifat proyek yang bersangkutan.

Peta Geologi
Powered by Blogger | Lunated designed by ZenVerse | Converted to Blogger Templates and Blogger Themes for Cinta | Discount Watch